KOMPAS.com - Fenomena underemployment atau ketidaksesuaian antara jurusan kuliah dan pekerjaan yang dijalani kini menjadi tantangan serius bagi dunia kerja global.
Di Amerika Serikat misalnya, data menunjukkan bahwa lebih dari separuh lulusan dari jurusan-jurusan tertentu terjebak dalam pekerjaan “di bawah level” gelar akademik mereka. Pasalnya, sejumlah bidang kerja nyatanya banyak yang tidak memerlukan gelar S1.
Sehingga, banyak lulusan perguruan tinggi di AS pun menghadapi resiko tinggi untuk bekerja di luar bidang yang mereka pilih selama kuliah.
Baca juga: Beasiswa buat Guru Mengajar Bahasa Indonesia di Amerika Serikat
Underemployment dalam konteks ini didefinisikan sebagai kondisi di mana lulusan perguruan tinggi tidak bekerja sesuai dengan jurusan kuliahnya karena jenis pekerjaan di bidang itu tidak memerlukan gelar sarjana.
Penilaian dilakukan berdasarkan survei dan klasifikasi pekerjaan (misalnya O*NET di AS) yang mengecek apakah suatu pekerjaan sering memerlukan gelar sarjana atau tidak.
Menurut New York Fed, underemployment didefinisikan sebagai kondisi ketidaksesuaian antara kemampuan atau kualifikasi seseorang dengan pekerjaan yang dijalaninya.
Hanya sekitar 50 persen lulusan baru dari sejumlah jurusan yang berhasil memperoleh college-level job dalam tahun pertama setelah lulus.
Salah satu penyebab tingginya angka underemployment adalah kesenjangan antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri.
Banyak jurusan masih fokus pada teori akademik, sementara dunia kerja kini lebih menuntut keterampilan teknis dan digital.
Baca juga: 12 Kampus Amerika Serikat Terbaik Versi Forbes 2026, MIT Nomor 1
Dilansir dari laporan Federal Reserve Bank of New York, Selasa (14/10/2025), berikut 11 jurusan yang memiliki tingkat "underemployment" cukup tinggi.
Jurusan Peradilan Kriminal (Criminal Justice) memiliki tingkat underemployment tertinggi, yakni mencapai 67,2 persen.
Sebagian besar lulusan jurusan ini bekerja di bidang keamanan swasta atau administrasi publik yang tidak mensyaratkan gelar sarjana.
Di Amerika Serikat, banyak pekerjaan di sektor penegakan hukum, seperti petugas keamanan, polisi lokal, atau staf administrasi pengadilan, hanya memerlukan pelatihan teknis atau sertifikat khusus, bukan pendidikan S1 penuh.
Akibatnya, banyak lulusan Criminal Justice tidak bekerja di bidang profesional sesuai latar akademiknya.
Jurusan Seni Pertunjukan mencatat tingkat underemployment sebesar 62,3 persen. Lulusan bidang ini kerap bekerja di industri kreatif informal, seperti hiburan, pendidikan seni, hingga sektor pariwisata.
Namun, kompetisi yang tinggi dan terbatasnya posisi formal di bidang seni membuat banyak lulusan beralih ke pekerjaan di luar panggung.
Baca juga: Pertukaran Pelajar 2025 bagi Mahasiswa ke Amerika Serikat, Tunjangan Lengkap
Jurusan Teknisi Medis memiliki tingkat underemployment sekitar 57,9 persen.
Walau bidang kesehatan dikenal stabil, banyak posisi teknisi medis di Amerika Serikat hanya membutuhkan pendidikan tingkat diploma atau associate degree.
Akibatnya, lulusan S1 bidang ini kerap mengisi pekerjaan yang tidak memanfaatkan seluruh kualifikasi akademiknya, seperti teknisi laboratorium tingkat dasar, asisten medis, atau pekerjaan administratif di rumah sakit.
Jurusan Ilmu Humaniora menghadapi tingkat underemployment sekitar 56,5 persen. Lulusan bidang ini biasanya memiliki kemampuan analisis, menulis, dan berpikir kritis, tetapi tantangan muncul karena lapangan kerja spesifiknya terbatas.
Banyak lulusan akhirnya bekerja di sektor yang tidak langsung terkait, seperti komunikasi, layanan publik, hingga administrasi bisnis.
Jurusan Antropologi mencatat underemployment sebesar 55,9 persen.
Meski bidang ini menawarkan pemahaman mendalam tentang budaya dan masyarakat, pasar kerja yang spesifik membuat banyak lulusan kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai.
Sebagian besar bekerja di bidang penelitian terapan, lembaga non profit, atau perusahaan swasta di bagian riset pasar dan sumber daya manusia.
Baca juga: Tim Robotika ITS Akan Ikut Kompetisi Internasional di Amerika Serikat
Jurusan Pariwisata dan Perhotelan mencatat tingkat underemployment sebesar 54,5 persen.
Banyak lulusan bekerja di sektor layanan pelanggan, restoran, atau manajemen acara yang sebenarnya tidak memerlukan gelar S1.
Industri ini memang padat karya dan lebih menilai pengalaman kerja dibanding latar pendidikan.
Karena itu, meskipun jurusan ini populer, sebagian besar lulusannya bekerja di posisi operasional atau manajerial bawah yang bisa diisi oleh lulusan non-sarjana.
Jurusan Sosiologi memiliki tingkat underemployment sekitar 54,1 persen.
Bidang ini menekankan analisis sosial dan penelitian, tetapi lapangan pekerjaan spesifik seperti peneliti sosial atau analis kebijakan terbatas.
Banyak lulusan sosiologi beralih ke pekerjaan di bidang administrasi, pendidikan, dan layanan masyarakat.
Meskipun keterampilan mereka berguna di banyak bidang, posisi yang mereka tempati sering kali tidak memerlukan pendidikan sarjana penuh di sosiologi.
Baca juga: Beasiswa buat Guru Mengajar Bahasa Indonesia di Amerika Serikat
Jurusan Ilmu Sosial Umum memiliki tingkat underemployment serupa, yaitu 54,1 persen.
Karena sifatnya yang luas dan interdisipliner, banyak lulusan bekerja di bidang umum seperti pemasaran, pelayanan publik, atau administrasi.
Kurangnya spesialisasi membuat lulusan bidang ini kompetitif di berbagai sektor, tetapi juga sulit menembus pekerjaan yang secara langsung relevan dengan jurusan akademiknya.
Jurusan Kebijakan Publik dan Hukum memiliki tingkat underemployment sebesar 53,9 persen.
Lulusan bidang ini sering kali bercita-cita bekerja di pemerintahan atau lembaga hukum, tetapi posisi profesional di bidang tersebut umumnya memerlukan pendidikan lanjutan seperti law school atau master of public policy.
Tanpa kualifikasi tambahan, banyak lulusan bekerja di sektor swasta, lembaga nonprofit, atau posisi administratif yang tidak menuntut gelar sarjana hukum secara langsung.
Baca juga: Cerita 2 Mahasiswa Belajar Islam ke Amerika Serikat lewat LPDP
Jurusan Seni Rupa mencatat tingkat underemployment sebesar 53,4 persen.
Meskipun lulusan memiliki kemampuan kreatif tinggi, industri seni rupa di Amerika sangat kompetitif dan cenderung freelance.
Banyak lulusan bekerja di bidang desain grafis, penjualan, atau pendidikan seni informal untuk bertahan hidup secara finansial.
Keterbatasan lapangan kerja formal membuat jurusan ini termasuk dalam daftar dengan risiko underemployment tinggi.
Baca juga: Kisah Maulidia, Anak Petani yang Diterima 6 Kampus Top Amerika Serikat
Jurusan Ilmu Hewan dan Tumbuhan memiliki tingkat underemployment sebesar 53,2 persen.
Bidang ini mencakup studi biologi, pertanian, dan zoologi, tetapi sebagian besar posisi riset dan pengembangan di sektor ini memerlukan gelar pascasarjana.
Akibatnya, banyak lulusan S1 bekerja di bidang administrasi laboratorium, konservasi dasar, atau layanan teknis pertanian yang tidak menuntut kualifikasi akademik tinggi.
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari luar, Grand Paragon Mall di Jalan Keamanan, Taman Sari, Jakarta Barat, masih tampak megah dan kokoh.
Fasadnya yang modern berdiri diapit deretan pohon palem, dengan kendaraan terparkir rapi di tepi jalan. Namun, kesan itu perlahan memudar begitu kaki melangkah ke dalam.
Bangunan yang berdiri sejak 2010 ini merupakan satu kompleks dengan Grand Paragon Hotel, hotel berbintang tiga yang langsung menempel di sisi mal. Tapi, di balik tampilannya yang masih terawat, denyut kehidupan pusat perbelanjaan ini kian melemah.
Baca juga: Dari Pusat Elektronik Tersohor Jadi Mal Sepi, Begini Kondisi Terbaru Ratu Plaza
Begitu memasuki lobi utama, suasana senyap langsung menyergap. Ruang besar itu terasa dingin, seolah menelan gema langkah kaki sendiri.
Meja resepsionis hotel di sisi kanan tampak kosong tanpa petugas. Di tengah lobi, vas bunga merah artifisial berdiri di atas meja kaca, memantulkan kilau lantai marmer yang mengilap namun terasa dingin.
Eskalator utama yang seharusnya menghubungkan lantai atas dan bawah tak berfungsi. Sebagian ditutup rantai kuning dan papan larangan. Hanya satu eskalator di lantai bawah (LG) yang masih menyala.
Menuruni beberapa anak tangga ke area bawah, suasana sunyi tetap mendominasi. Restoran seperti Amano Steakhouse, Warisan Indonesia Soul Food, hingga Excelso tampak berdiri berjajar, namun hanya terlihat beberapa pelayan yang mondar-mandir di dalam.
Di sekitarnya, banyak ruko kaca yang kosong. Beberapa toko yang masih bertahan, seperti penjual perlengkapan rumah tangga dan pakaian olahraga, tampak memasang label besar “Diskon 50 Persen” di etalase depan.
Arena bermain anak “Playmania” pun tampak gelap dan tertutup. Lantai atas nyaris tanpa aktivitas.
Baca juga: Pedagang Aksesori Tetap Bertahan meski Depok Town Square Sepi
Satu-satunya titik kehidupan datang dari Grand Lucky Superstore di sudut mal. Di sinilah suara mesin pemindai barcode di kasir menjadi satu-satunya dentuman ritmis yang memecah kesunyian.
“Sejak 2020, sudah lima tahun saya kerja di sini. Sepi banget. Dulu sebelum Covid, omzet kotor bisa di atas Rp 50 juta per bulan, sekarang paling Rp 30 juta, bahkan kadang cuma Rp 25 juta,” ujar Jatman (25), karyawan toko pakaian olahraga, kepada Kompas.com, Selasa (14/10/2025).
Ia mengaku, sebagian besar pengunjung kini hanyalah pelanggan lama. Penjualan daring melalui aplikasi ojek online pun tidak banyak membantu.
“Orang datang cuma lihat-lihat, bandingin harga online, terus enggak beli,” katanya sambil tersenyum pahit.
Hal serupa disampaikan Syifa (17), penjaga stan makanan dan minuman di lantai bawah.
“Sehari paling ada lima pembeli. Paling ramai itu kalau ada tamu hotel. Kadang rasanya kayak jualan di private mall,” ucapnya lirih.
Meski begitu, ia tetap bertahan karena bosnya masih memberi dukungan, sementara penghasilannya membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petugas keamanan bernama Budi (bukan nama sebenarnya) menuturkan, penurunan jumlah pengunjung terasa drastis sejak pandemi.
Baca juga: Depok Town Square Sepi Pengunjung, Banyak Ruko Tutup Sejak Pandemi
“Dulu sebelum Covid bisa sampai 1.000–2.000 orang per hari. Sekarang paling 200–300 orang, itu pun biasanya sore jam lima ke atas, pas orang mau nonton bioskop di lantai tiga,” ujarnya.
Menurut dia, lantai satu masih diisi beberapa toko, supermarket, dan toko perabotan. Namun lantai atas sebagian besar kosong, kecuali area karaoke dan bioskop.
Beberapa pengunjung mengaku enggan datang karena mal ini dinilai tak lagi menawarkan hal baru.
“Kalau belanja online lebih praktis. Mal-nya juga sepi, kurang nyaman buat jalan-jalan,” ujar Alfan (26).
Faktor pencahayaan dan tampilan interior yang monoton juga membuat suasana terasa suram.
“Mal lain sekarang banyak spot foto, acara komunitas, atau tenant baru. Di sini nggak ada,” tambah Alfan.
Dulu, Grand Paragon Mall dikenal sebagai simbol gaya hidup urban warga Jakarta Barat—tempat bersantai, makan malam, dan menonton film bagi warga sekitar Mangga Besar.
Kini, bangunan megah itu seolah menjadi monumen ritel lama yang kalah oleh perubahan zaman.
Baca juga: Pembeli Makin Sepi, Pedagang Pasar Pramuka Keberatan Harga Sewa Kios Naik
Sepinya pengunjung dan minimnya pembaruan membuat mal ini terasa seperti ruang privat: tenang, bersih, namun nyaris tanpa kehidupan.
“Mungkin bisa dibilang begitu, kayak private mall,” kata Alfan sambil tersenyum tipis.
Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, Grand Paragon Mall masih berdiri gagah. Namun di balik lantai marmernya yang berkilau, hanya suara “beep” mesin kasir yang menjadi tanda bahwa tempat ini masih bernafas.
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Reni Astuti mengatakan, revisi Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) membuka kemungkinan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
“Kalau memang secara kajian, baik secara yuridis, sosiologis, maupun kemampuan fiskal negara memungkinkan, bukan tidak mungkin PPPK secara bertahap bisa diangkat menjadi PNS,” kata Reni, dalam acara diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Reni mengatakan, baik PNS maupun PPPK sama-sama merupakan bagian dari ASN yang memiliki kontribusi besar bagi pelayanan publik di berbagai sektor, seperti pendidikan dan kesehatan.
Namun, kata dia, selama ini masih terdapat perbedaan hak keuangan dan kesejahteraan antara keduanya.
Baca juga: Sepulang dari Mesir, Prabowo Nyatakan Siap Kirim Pasukan Perdamaian ke Palestina
“Saya mendengar ada guru yang sudah lama mengabdi, dari honorer kemudian menjadi PPPK, tapi mendapatkan kebijakan kesejahteraan yang tidak sama. Misalnya, tunjangan kinerjanya tidak bisa 100 persen,” kata Reni.
Oleh karena itu, Reni menilai, penting agar pembahasan RUU ASN ke depan mempertimbangkan kesetaraan kesejahteraan antara PNS dan PPPK.
“Kalau pemerintah mampu, tentu kami akan mendorong agar PPPK bisa mendapatkan kesempatan yang sama, bahkan mungkin diangkat menjadi PNS secara bertahap,” kata Reni.
Meski begitu, dia mengapresiasi kebijakan sejumlah pemerintah daerah yang sudah memberi tunjangan kinerja bagi PPPK, sehingga kesenjangan antara dua status ASN itu tidak terlalu jauh.
Reni mengingatkan bahwa kesejahteraan ASN harus menjadi perhatian utama pemerintah pusat maupun daerah.
“Saya memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang sudah memberikan tunjangan kinerja untuk PPPK, sehingga tidak ada disparitas yang terlalu jauh antara PNS dan PPPK,” tutur dia.
Baca juga: KPK Sudah Periksa Arie Prabowo Ariotedjo sebagai Saksi Kasus Antam
Reni menambahkan, RUU ASN telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 dan akan dibahas oleh Komisi II DPR RI.
Dia memastikan bahwa proses pembahasannya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari akademisi hingga perwakilan PPPK, agar kebijakan yang dihasilkan sesuai kebutuhan di lapangan.
“Kami di Baleg sangat berharap RUU ASN ini bisa memberikan solusi terbaik bagi semua pegawai pemerintah, baik yang berstatus PNS maupun PPPK,” pungkas Reni.
JAKARTA, KOMPAS.com — Dulu menjadi ikon gaya hidup dan teknologi di Jakarta, kini Ratu Plaza berdiri sendu di tengah hiruk-pikuk kawasan Sudirman.
Kondisi terkini seolah menyimpan sisa kejayaan masa lalu di antara lorong dan kios yang kian sepi.
“Dari Covid, sebelum Covid masih bagus banget. Karena efek dari Covid kan jadinya ke mana-mana,” kata Toni (40), seorang karyawan yang sudah bekerja di salah satu toko elektronik sejak 2010 saat ditemui di lokasi, Selasa (14/10/2025).
Baca juga: Dari Pusat Elektronik Tersohor Jadi Mal Sepi, Begini Kondisi Terbaru Ratu Plaza
Pada Selasa siang, Kompas.com menyusuri mal yang dikenal sejak era 1980-an itu yang kini tampak lengang.
Dari luar, gedung masih berdiri megah dengan fasad kaca yang memantulkan panas matahari, tetapi begitu melangkah ke dalam, mulai terasa sunyi.
Deretan kios kaca tertutup rapat, sebagian besar tak lagi berpenghuni.
Di lobi utama, delapan pohon hias dalam pot merah berjejer rapi seolah mencoba menghadirkan kesegaran di tengah ruang yang mulai kehilangan denyutnya.
Seorang petugas keamanan berdiri tegak di pintu masuk, sementara di meja informasi, seorang petugas perempuan duduk dengan pandangan kosong ke arah koridor sepi.
Beberapa toko elektronik di lantai dasar masih buka, yakni kamera, laptop, aksesori digital, namun tanpa hiruk pikuk pelanggan.
Penjaga toko lebih banyak menatap layar ponsel, menunggu pembeli yang tak kunjung datang.
Sejak pandemi, kondisi Ratu Plaza ternyata tak pernah benar-benar pulih.
Banyak tenant tutup permanen, meninggalkan ruang kosong dengan kaca buram dan papan nama kusam.
“Cuma kalau di sini mah yang masih bertahan itu memang dia yang udah punya customer langganan gitu jadi kayak semacam udah gak mengharapkan ada pelanggan baru gitu,” kata Toni.
Ia menambahkan, toko-toko yang bertahan kini didominasi pedagang lama yang sudah punya pelanggan setia sejak lebih dari satu dekade lalu.
“Yang bertahan itu yang udah punya pelanggan tetap, ya emang pemain lama semua, pasti di atas sepuluh tahun semua,” kata Toni.
Baca juga: Harapan Pedagang di Tengah Sepinya Mal Ratu Plaza, Pengelola Tambah Fasilitas agar Kembali Ramai
Naik ke lantai dua, suasana makin sunyi.
Beberapa eskalator sudah tidak berfungsi, hanya lift yang masih bekerja.
Di lantai tiga, hanya enam hingga tujuh kios yang buka, sementara akses ke lantai empat dan lima telah ditutup.
Ratu Plaza kini seolah menjadi ruang nostalgia.
Di antara dindingnya, tersimpan kenangan masa lalu yakni tentang generasi yang dulu membeli komputer pertamanya di sini, menonton film pertama di bioskopnya, atau sekadar nongkrong di food court sambil memandangi jalan protokol yang sibuk.
Kini, semua itu tinggal sisa-sisa kejayaan.
Sunyi yang tersisa di Ratu Plaza adalah gema masa lalu, tempat di mana Jakarta pernah berdenyut kencang di bawah cahaya neon dan gemerlap toko elektronik yang tak pernah padam.
(Reporter: Hafizh Wahyu Darmawan | Editor: Larissa Huda)
JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto melakukan mutasi dan rotasi terhadap 286 perwira tinggi (Pati) di lingkungan TNI.
Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Panglima Nomor Kep/1334/IX/2025 yang diteken pada 30 September 2025, sebagaimana dibagikan Pusat Penerangan (Puspen) TNI kepada Kompas.com, Selasa (14/10/2025).
Beberapa jabatan strategis yang diganti antara lain Pangdam XIV/Hasanuddin, yang sebelumnya dijabat oleh Mayjen Windiyatno, kini diisi oleh Mayjen Bangun Nawoko.
Bangun sebelumnya menjabat sebagai Panglima Divisi Infanteri (Pangdivif) 3 Kostrad.
Baca juga: Mutasi Kejaksaan, Jaksa Agung Tunjuk Kajari Jakpus, Jaksel, dan Jakbar
Windiyatno kini dimutasi menjadi Wakil Komandan Kodiklat TNI AD (Wadankodiklatad).
Jabatan yang ditinggalkan Bangun kini diisi oleh Brigjen TNI Bagus Suryadi Tayo, yang sebelumnya adalah Kasdam XIX/Tuanku Tambusai.
Selain itu, jabatan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) juga diganti.
Dari posisi Kadispenad sebelumnya dijabat Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, kini ditempati oleh Kolonel Inf Donny Pramono.
Wahyu mendapatkan promosi jabatan sebagai Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Kemensetneg.
Sementara, Donny sebelumnya adalah Paban VI/Inteltek Sintelad.
Jabatan lainnya yang dirombak adalah Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Setjen Kemenhan RI.
Dari sebelumnya dijabat oleh Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, berganti ditempati Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait.
Baca juga: Mutasi TNI, Kolonel Rico Sirait Jadi Karo Infohan Setjen Kemenhan Gantikan Brigjen Frega
Frega dalam Surat Keputusan Panglima terbaru menduduki jabatan sebagai Direktur Kebijakan Strategi Pertahanan Ditjen Strahan Kemenhan.
Penggantinya di Karo Infohan, yaitu Rico, sebelumnya adalah Perwira Menengah (Pamen) Denmabesad.
Lalu, Brigjen TNI dr. Sunaryo Kusumo, yang sebelumnya menjabat Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Pertahanan, kini menjadi Kepala Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Kemhan.
Kolonel Chk Anton Maruli Tambunan, yang sebelumnya menjabat Kabidum Babinkum TNI, kini ditunjuk sebagai Kepala Oditurat Militer Tinggi (Kaotmilti) I Medan menggantikan Brigjen Parluhutan Sagala.
Brigjen Parluhutan Sagala kini menjadi Staf Khusus KSAD.
Kolonel Inf I Ketut Mertha Gunarda, yang sebelumnya menjabat Kabid Jianbangstrakamwiltasrat Dirjianbang Seskoad, kini ditunjuk sebagai Komandan Komando Resor Militer (Korem) 173/Praja Vira Braja di Biak, menggantikan Brigjen Frits Wilem Rizard Pelamonia.
Brigjen Frits Wilem Rizard Pelamonia kini ditunjuk sebagai Pa Sahli Tk. III KSAD Bidang Ekonomi dan Kesra.
Baca juga: Mutasi TNI, Brigjen Frega Wenas Jadi Direktur Kebijakan Strahan Kemenhan
Kolonel Inf Nur Wahyudi, yang sebelumnya menjabat Irutum Inspektorat Kopassus, kini ditunjuk sebagai Komandan Komando Resor Militer (Korem) 045/Garuda Jaya di Bangka Belitung, menggantikan Brigjen Safta Feryansyah.
Brigjen Safta Feryansyah kini menjadi Staf Khusus KSAD.
Kolonel Inf Daru Cahyadi Soeprapto, yang sebelumnya menjabat Paban IV/Binsiapsat Sopsad, kini ditunjuk sebagai Komandan Komando Resor Militer (Korem) 064/Maulana Yusuf di Serang, Banten, menggantikan Brigjen Edi Saputra.
Brigjen Edi Saputra kini ditunjuk sebagai Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Geografi Lemhannas.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan sindiran kepada Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara), saat kunjungan ke Kantor Menteri PKP di Wisma Mandiri 2, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Purbaya secara tajam membandingkan kemewahan fasilitas pejabat dengan kondisi hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Lihat ruang kerja Anda, ya? Anda kasih apartemen ukuran berapa? Enggak adil ini," ungkap Purbaya seraya buru-buru menegaskan, bahwa lontaran tersebut merupakan candaan.
Baca juga: Akad Massal 50.000 Rumah Subsidi Kembali Digelar Desember
Ara menimpali, "Ini diset sebagai ruang kerja, ruang rapat, sekaligus ruang aspirasi ini, ratusan orang [datang] kemari," jawab Ara.
Purbaya pun menyoroti perbedaan kontras antara ruang kerja Ara yang luas dan standar ukuran rumah atau apartemen yang diberikan kepada rakyat kecil melalui program subsidi yang berukuran hanya 36 meter persegi.
Memang, ruang kerja Ara di Lantai 21, Wisma Mandiri 2, mewah dan luas. Kemewahan direpresentasikan dengan lantai kayu solid parket, dengan interior berlanggam klasik.
Furnitur sofa mendominasi perhatian, berwarna biru toska dengan kayu ukiran khas Jepara dan meja kayu berlapis kaca tebal.
Baca juga: Utang MBR di Bawah Rp 1 Juta Akan Diputihkan, Syarat Lolos SLIK OJK Buat Beli Rumah
Nuansa klasik juga terlihat dari meja kerja dan kursi kayu dengan bantalan empuk bersandaran tinggi.
Demikian halnya dengan area dining atau sering difungsikan sebagai area pertemuan yang dilengkapi furnitur kayu warna earth tone.
Terdapat dokumentasi foto Ara bersama Presiden Prabowo Subianto, para menteri Kabinet Merah Putih, dan para pemimpin asosiasi pengembang berukuran raksasa dengan pigura bernuansa klasik terpajang berdiri memenuhi ruangan.
Menanggapi sindiran tersebut, Ara menegaskan kesiapannya untuk membuat terobosan dalam program perumahan.
Purbaya pun setuju dan menekankan bahwa standar hunian yang diberikan harus lebih manusiawi dan tidak memaksakan MBR pada kondisi yang terlalu sempit.
Baca juga: Investasi Rumah Subsidi Murah di Kotawaringin Barat, Mulai Rp 127 Juta
"Saya pikir paling manusiawilah," kata Purbaya menegaskan bahwa luas hunian yang ada saat ini 36 meter persegi untuk rumah tapak, dan 45 meter persegi untuk apartemen perlu direvisi.
Ara menjelaskan bahwa saat ini, program perumahan subsidi memperhatikan berbagai profesi rakyat, mulai dari guru, dosen, perawat, hingga pegawai restoran.
"Prinsip utamanya adalah rumah dan tempat tinggal jangan jauh, jadi mereka dekat ke kantor, dekat rumahnya," cetus Ara.